Proses teknologi modifikasi cuaca. Proses teknologi
modifikasi cuaca JAKARTA terus menjadi sorotan hangat dikala hujan
deras terus mengguyur tanpa henti dan menyebabkan banjir. Bahkan sebagai pusat
pemerintahan, musibah itu sebenarnya sudah menjadi langganan.
Senin 13 Januari 2014, hujan deras yang disertai angin
kencang tak henti-hentinya menerjang wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
dan Bekasi. Banjir pun tak terelakan. Hampir 10 persen atau 49 titik di Jakarta
terendam banjir.
Itu baru awal, karena Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) memperkirakan puncak cuaca ekstrem akan terjadi pada 17
Januari mendatang.
Prakiraan ini menurut Tri Handoko Seto, Peneliti dan
Praktisi TMC di BPPT saat berbincang dengan Okezone, semua itu terjadi
didasarkan pada perilaku gelombang atmosfer yang dominan memengaruhi cuaca saat
ini, yaitu gelombang intramusim yang dikenal dengan Madden Julian Oscillation
(MJO).
Lalu apa yang dapat dilakukan untuk menghadang terjadinya
bencana yang lebih besar lagi dari peristiwa kemarin? BPPT dan BNPB menawarkan
apa yang dinamakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Menurut Seto, tanpa mengecilkan arti dari berbagai upaya
yang telah dilakukan berbagai pihak, BPPT mempunyai kemampuan untuk
mengantisipasi musibah banjir dengan sebuah teknologi, yang dapat memodifikasi
cuaca.
Berangkat dari itu, lalu apa pengertian yang dimaksud
modifikasi cuaca, dan bagaimana awal penerapannya di dunia dan Indonesia?
Seto menjelaskan bahwa TMC selama ini sudah banyak berfungsi
dalam meningkatkan curah hujan. Umumnya, teknik ini digunakan untuk menurunkan
hujan di daerah yang tengah dilanda kekeringan.
Namun dalam pelaksanaanya fungsi ini berubah, yang mana TMC
dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi terjadinya banjir akibat dari tingginya
curah hujan.
Adapun, cara kerja TMC ialah dengan melakukan penyemaian
awan (cloud seeding) menggunakan bahan-bahan yang bersifat higroskopik
(menyerap air). Sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan akan
meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan.
Kiprah TMC
Selanjutnya bagaimana awal tonggak dimulainya perkembangan
modifikasi cuaca di dunia dan Indonesia. Di dunia, TMC bukanlah hal baru,
penerapan teknologi ini sudah dipakai oleh lebih dari 60 negara di dunia,
termasuk Indonesia yang mulai menerapkan sejak 26 Januari-25 Maret 2013.
Padahal, teknologi ini telah diperkenalkan dan diuji-coba oleh pemerintahan
Presiden Soeharto pada 1977.
Dipaparkan lebih detil, sejarah TMC dunia bermula pada 1946
ketika Vincent Schaefer dan Irving Langmuir mendapatkan fenomena terbentuknya
kristal es dalam lemari pendingin, saat Schaever secara tidak sengaja melihat
hujan yang berasal dari nafasnya waktu membuka lemari es.
Lalu pada 1947, Bernard Vonnegut mendapatkan terjadinya
deposit es pada kristal perak iodida (Agl) yang bertindak sebagai inti es. Pada
suatu hari, Vonnegut tanpa disengaja melihat titik air di udara ketika sebuah
pesawat tebang dalam rangka reklame Pepsi Cola dengan membuat tulisan asap nama
minuman itu.
Cara Kerja
TMC memiliki cara kerja, yakni awalnya hujan diturunkan
lebih dahulu di beberapa wilayah. Dalam sekali pengaplikasiannya, umumnya
menghabiskan 3.000 karung garam Perak Iodida seberat 4 ton yang diangkut
menggunakan pesawat Hercules C-130 TNI-AU dan CASA 212-200.
Setelah mencapai spot, seluruh garam tersebut ditebar. Untuk
sekali operasi, biaya yang dihabiskan sekira Rp13-2o miliar. “Tidak murah
biayanya, bisa mencapai 20 miliar,” kata Seto.
Selain menggunakan pesawat, modifikasi cuaca juga dapat
dilakukan dengan menggunakan flare (roket) yang menembakkan garam ke awan. Hari
ini, Selasa (14/1/2014), TNI AU bekerjasama dengan BNPB melakukan modifikasi
uaca di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan pesawat Hercules C-130 dari
Lanud Halim Perdankusuma, kegiatan ini sendiri dimulai pada pukul 09.00 WIB.
Namun demikian, kata Seto, bagaimanapun, teknologi ini tidak
bisa menjamin wialyah Jabodetabek terbebas dari banjir. Meski demikian,
teknologi ini diklaim cukup signifikan dalam mengurangi curah hujan, yang pada
akhirnya bisa mengurangi peluang terjadinya banjir
0 comments:
Post a Comment